Journal of My Daily Life An ordinary girl with extraordinary mind!

Rabu, 20 April 2016

Sate dan Kambing

Sate dan Kambing : Sebuah refleksi dari sisi lain wanita





            Mending tuku sate, timbang tuku wedhus’e
            Mending gendak’an, timbang dadi bojone
            Tuku sate, ora mikir mburine
            Ngingu wedhus ndadak mikir suket’e..

            Penggalan lirik lagu itu tentunya tidak asing bagi masyarakat Indonesia. Lirik lagu yang merupakan petikan lagu dangdut berjudul “Wedhus” yang dinyanyikan oleh Devi Aldiva dari kelompok New Pallapa ini, memang akrab di telinga masyarakat awam, terutama yang berdarah Jawa. Jika diartikan secara bebas, lagu itu memiliki arti bahwa lebih baik membeli sate daripada membeli kambingnya. Perumpaan itu untuk menggambarkan bahwa lebih baik menjadi simpanan daripada menjadi istri sahnya.
            Tapi, benarkah demikian?
            Akhir-akhir ini saya mengamati bahwa tema-tema yang diusung musik dangdut memang dekat pada kehidupan sehari-hari kita. Seperti contohnya lagu “Wedhus” ini. Tapi, apakah memang itu kebenarannya? Benarkah sesungguhnya wanita lebih suka memilih posisi sebagai simpanan daripada istri sah? Ataukah sesungguhnya lagu ini hanyalah cerminan dari kaum pinggiran yang mengais rupiah dari menjadi simpanan?
            Di larik ketiga dan keempat, kita melihat si penyanyi menyampaikan bahwa dengan membeli sate, kita tidak perlu memikirkan hal-hal yang lain lagi. Sementara jika kita membeli kambing, kita akan disibukkan dengan makanannya dan segala hal tetek-bengeknya.
            Ada secuil kebenaran dalam lagu itu. Di kehidupan modern ini, manusia memang cenderung mencari hidup yang mudah dan tidak rumit. Hal ini dapat dilihat dari berbagai hal yang ada di sekitar kita, seperti penggunaan teknologi dalam berbagai hal.  Rupanya kemudahan itu juga berlaku untuk urusan ‘rumah tangga’.
            Kita bisa mengambil dua sudut pandang saat menelaah lagu ini. Pertama, sudut pandang seorang pria. Dan kedua, sudut pandang seorang wanita. Terlepas dari gender sudut pandang yang ada, semuanya masih memiliki kaitan dengan peran wanita.
            Pertama, sudut pandang pria.
            Peristiwa yang sering diumpamakan dengan cinta satu malam ini memang bukan fenomena baru di Indonesia. Tidak perlu melihat petinggi-petinggi negara, bahkan dalam komunitas warga yang kecilpun, tidak jarang hal ini ditemukan. Mereka yang memilih hubungan model ini, biasanya hanya mencari kesenangan dan pelampiasan. Mereka tidak menawarkan komitmen sebagai kontrak, tapi hanya uang dan hal-hal duniawi untuk kesenangan sesaat. Wanita bukan lagi manusia yang dipandang setara sebagai sesama manusia, tetapi hanya dipandang sebagai hal yang cukup dibeli dengan uang. Barang yang setelah dipakai, dilupakan. Wanita hampir tidak ada bedanya dengan sandal.
            Jelas sekali di sini, wanita adalah korban. Tapi, bisakah disebut korban jika yang bersangkutan melakukannya dengan sukarela?
            Inilah yang akan kita ketahui melalui sudut pandang wanita.
            Sekali simak saja, kita dengan mudahnya dapat mengatakan bahwa lagu ini mencerminkan perilaku wanita yang minim moral dan harga diri. Tapi apa memang begitu? Sayangnya, kita tidak bisa menghakimi seseorang hanya karena kita melihat tindakannya. Kita harus pula mengetahui apa latar belakang dan motif dari tindakan itu. Barulah kita dapat mengambil kesimpulan.
            Posisi wanita yang hidup di rimba kehidupan masa kini memang seringkali disalahartikan. Hampir selalu disimpulkan bahwa wanita modern adalah wanita yang mandiri dan independen. Wanita modern tidak perlu lagi terikat dalam ikatan perkawinan dan menjadi ‘kaki dan tangan’ suami. Ia bisa menjadi ‘kepala’ bagi dirinya sendiri. Karena kesetaraan dalam kebebasan itulah, wanita modern sering didefinisikan sebagai figur yang bebas.
            Dan jika kita mengaitkan fakta ini dengan lagu “Wedhus”, kita seolah disodori suatu pemandangan bahwa wanita modern lebih baik menjalani kehidupan sebagai simpanan daripada terkurung dalam ikatan perkawinan. Syair yang digunakan seakan mengiming-imingi kaum pria bahwa memiliki ikatan dengan wanita itu merugikan. Dan untuk memberikan solusi atas kebutuhan kaum pria akan wanita, maka kaum wanita menawarkan jawaban berupa hubungan model ‘cinta satu malam’.
            Merendahkan derajat kaum wanita, ya. Memang itu yang akan kita tangkap dari lagunya. Sebegitu ‘mandiri’kah wanita hingga mereka berani mengumbar diri mereka demi sebuah hubungan non-permanen seperti itu? Sebegitu ‘merdeka’kah wanita hingga mereka bebas meraup rupiah hasil dari berkubang dalam lumpur kenistaan? Tentunya bukan ini yang diharapkan Raden Ajeng Kartini saat ia berjibaku menyetarakan derajat wanita dalam masyarakat. Kartini tidak menentang keluarganya untuk melihat kaum wanita modern menciutkan makna wanita mandiri dan merdeka. Mandiri dan merdeka menurut Kartini adalah kebebasan untuk menjadi wanita yang vokal akan hak-haknya dan sadar bahwa wanita juga memiliki peran untuk menjadikan sesuatu yang lebih baik. Mandiri dalam bertindak, bukan berarti lepas tanggung-jawab menjadi seorang wanita yang seutuhnya. Menjadi istri. Menjadi ibu kelak nanti. Ingat, Kartini tidak berjuang membela kaum wanita, untuk melihat kita lebih memilih sate daripada membeli kambing —betatapun sulitnya mengurus kambing. Bukankah lebih lezat sate yang kita nikmati jika itu adalah hasil jerih payah kita merawatnya?



Ah, dan selamat hari Kartini, bagi wanita Indonesia!






Sabtu, 09 April 2016

Horror Contents : Dare To Read?

Jadi ceritanya aku habis surfing riddle di blognya bang Dave, mengakubackpacker.blogspot.com. Ternyata hampir semua riddlenya udah pernah kubaca :'3 /mendadak inget pas PKL-an malah nyari-nyari yang model ginian di blognya dia/ wkwk
Terus aku liat postingan bang Dave soal rekomendasi manga yang horror. Dan ketemulah satu nama baru : Junji Ito.

Wanjir. Gila bener. Aku yang pada dasarnya emang lemah mental alias penakut langsung nggak bisa bobok abis baca online manga-manganya. Tapi, karena aku penasaran, aku malah search google tentang Junji Ito, dan ketemulah satu thread di Kaskus soal pecinta horror-horroran.

Pas aku klik, BUANYAAAK banget rekomendasi link dari para kaskuser, Sayang, beberapa broken link. Tapi, aku nemu satu folder di Mediafire dimana masih banyak kontennya yang downloadable.

Each contains horror and disturbing contents. Included mature materials, human abuse, sexual interactions. Pokoknya ratenya MA ke atas deh. Karena style artnya rumit dan nggak bisa dipahami sama MA ke bawah.
If you interested, you can check it here :

Horror Contents

I haven't checked them all, but mostly are in English. Sebenernya hampir semua yang udah kudownload, bahasa Inggris. Cuma karena baru seperempat nggak tau yang sisanya deh '-')/

I am not responsible for broken links because I do not own them.
Karena linknya udah lumayan lama nangkring di Kaskus.


So, selamat bermerinding ria! '-')/



Minggu, 03 April 2016

Ikut Lomba . . . Untuk Siapa?


Ikut Lomba . . . Untuk Siapa?


cuma pemanis kok~

Artikel ini sebenernya gue bikin, gegara gue kecewa sama beberapa event yang gue ikutin. Di sini, gue ngomongin event nulis orific ya.
Yup, semacam cerpen dan puisi gitu.
Apa pasal gue kecewa?
Bukan karena gue nggak lolos meskipun alasan itu juga kuat sih
Alasan gue kecewa adalah sama penyelenggara event itu sendiri.

Sebut aja, gue pernah ikut event XXXX, di situ persyaratannya gue diminta nulis dengan tema tertentu. Emang, gue nggak berhak sok jago nulis, toh gue bukan siapa-siapa ---cuma cabe di lautan sambel /apaansih
Gue kesel banget sama PJ event sama Publisher yang bersangkutan. But, sorry, gue nggak bisa nulisin alasan gue di sini, entar gue kena senggol pengadilan. Intinya, mereka itu MARUK banget. Alusnya sih, mereka ngebet nyari untung dan event itu cuma buat kedok. Semacam ilusi buat penulis-penulis pemula kek gue.